MARAKNYA
KASUS KEKERASAN SEKSUAL ANAK DIBAWAH UMUR
Dwi Ayu Riani (Wakil Ketua Komunitas Duta Kesehatan Mental (DKM) Muda Kota Tegal)
Melihat banyaknya berita terkait kasus kekerasan yang sudah marak terjadi akhir-akhir ini, menjadi suatu keresahan bagi orangtua, pendidik dan masyarakat. Apalagi yang semakin mencengangkan tatkala pelaku serta korbannya merupakan anak anak yang masih di bawah umur, Dalam kasus tersebut dimana pelaku merupakan anak-anak di bawar umur yang melakukan pencabulan tentu menjadi tidak mudah untuk memutuskan sanksi pidana kepada mereka, mengingat mereka merupakan seorang anak-anak yang masih memiliki hak-hak untuk tumbuh dan berkembang. Berdasarkan realitas tersebut, maka lahirlah Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang sistem Peradilan Pidana Anak, sebagai respon terhadap permasalahan tersebut. Berdasarkan realitas yang terjadi di Indonesia, banyak sekali anak-anak yang terlibat dalam kejahatan seksual,
Maka fenomena ini telah mendorong kami yang berada dalam Komunitas Duta Kesehatan Mental untuk lebih aktif dalam mencegah dan melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Salah satu program yang di lakukan oleh DKM Muda Kota Tegal adalah memberi edukasi kesehatan mental dengan bersosialisasi ke setiap sekolah. Salah satu sekolah yang menjadi piloting project untuk kami mensosialisasikan kampanye kesadaran tentang keamanan diri adalah di SDIT Usamah Kota Tegal. Dalam kampanye Kesehatan Mental kali ini kami mencoba mengedukasi melalui media edukasi berupa video dan lagu "Ku Jaga Diriku" dan program-program seperti "Totelala".
Video "Ku Jaga Diriku" adalah salah satu media edukasi yang dirancang khusus untuk anak-anak dengan tujuan membantu mereka memahami batasan fisik, menghargai privasi, serta memberikan panduan jika mereka merasa tidak aman. Video ini menggunakan pendekatan yang ramah anak, mudah dimengerti, dan menyajikan pesan penting tentang cara anak melindungi diri mereka dari potensi pelecehan.
Sedangkan Program TOTELALA, yang merupakan singkatan dari Tolak, Lari, dan Lapor, adalah metode yang mengajarkan anak-anak cara merespon situasi yang membuat mereka merasa terancam. Program ini mengajarkan anak untuk menolak ajakan yang tidak wajar, melarikan diri dari situasi berbahaya, dan melapor kepada orang dewasa terpercaya jika mereka mengalami atau mendengar sesuatu yang mencurigakan. Dengan mengutamakan pencegahan dengan menanamkan keterampilan dasar yang bermanfaat untuk anak dalam menjaga keselamatan mereka.
Kedua pendekatan ini merupakan upaya preventif yang diharapkan dapat mengurangi angka kekerasan seksual pada anak dengan memberi mereka pengetahuan dasar untuk mengenali, menghindari, dan melaporkan tindakan yang mencurigakan. Hal yang seringkali terjadi adalah ketika terdapat kasus kekerasan seksual, identitas korban justru tersebar luas. Karena hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan bagi korban KS (Kekerasan Seksual) cemas merupakan bagian dari emosi.
Kami juga menyampaikan beberapa cara untuk mengalirkan emosi yaitu dengan cara journaling dan butterfly hug. Butterfly Hug adalah teknik yang pertama kali digunakan dalam terapi EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing). Teknik ini dapat membantu menenangkan diri dan mengelola stres atau kecemasan. Adapun metode journaling adalah cara yang baik untuk mengekspresikan emosi melalui tulisan. Teknik ini membantu memahami apa yang sedang dirasakan, menemukan pola emosi, dan melepaskan perasaan negatif secara sehat. Harapannya, pemulihan bagi korban kekerasan seksual sangat membutuhkan dukungan yang komprehensif, termasuk bantuan dari tenaga profesional, keluarga, dan masyarakat sekitar, untuk mengembalikan rasa aman dan kesejahteraan mereka. Dukungan emosional dan psikologis yang tepat adalah kunci dalam membantu korban menjalani proses pemulihan.
0 komentar :
Posting Komentar